Pemakaian bahasa pada masyarakat, selalau di pengaruhi faktor-faktor berikut seperti:
faktor sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin dan
faktor situasional seperti siapa yang berbicara, dengan bahasa apa dia
berbicara, kapan dan dimana mengenai masalah apa (Maryono: 1998). Kaidah fungsi
bahasa adalah bagaimana fungsi-fungsi komunikatif bahasa digunakan dalam
berkomunikasi, sedangkan fungsi komunikatif bahasa adalah cara orang
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Banyak pendapat mengenai fungsi
komunikatif bahasa, tetapi secara garis besar dapat disarikan menjadi dua
klasifikasi, yaitu fungsi makro dan mikro (Guy Cook, 1989).
Pola komunikasi masyarakat Jawa penggunaan bahasanya
didasarkan pada tingkat-tingkat sosial, ini dikenal dengan istilah Undha Usuk. Adanya tingkat-tingkat
bahasa yang disebut Undha Usuk ini
menyebabkan penutur dari masyarakat tutur bahasa Jawa tersebut untuk mengetahui
lebih dahulu kedudukan tingkat sosialnya terhadap lawan bicara. Undha usuk juga
terjadi dalam keluarga, seperti apabila anak berbicara pada orang tuanya
menggunakan basa krama, dan orang tua
berbicara kepada anak menggunakan basa
ngoko. Jadi bahasa atau ragam bahasa yang digunakan dikalangan wong cilik
tidak sama dengan wong saudagar, dan lain pula dari bahasa yang digunakan para
priyayi.
Masyarakat sebagai suatu perangkat proses yang
saling berhubungan, keberadaannya selalu terkait antara apa yang telah terjadi
dan apa yang akan terjadi. Pola hubungan tersebut biasanya lebih bersifat
kausalitas (sebab-akibat). Masyarakat tidak akan menjadi masyarakat bila
keterkaitan dengan masa lalunya tidak ada. Dari berbagai pola hubungan tersebut
nantinya akan menimbulkan perubahan sosial. Disini, perubahan sosial diartikan
sebagai suatu perubahan yang mengacu pada variasi hubungan antar individu,
kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu (Ritzer, et.al,
1987 : 560).
Perubahan dalam kehidupan masyarakat diawali dengan
adanya suatu interaksi. Perubahan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bidang
atau sektor. Yaitu nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial (tata krama, etika
dalam kehidupan), pola-pola perilaku (termasuk didalamnya pola-pola interaksi
sosial dan berkomunikasi dalam rangka membentuk suatu hubungan), organisasi,
susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat,
kekuasaan dan wewenang, dan sebagainya, termasuk didalamnya adalah kebudayaan.
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan
sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi
selanjutnya.
Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena
memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan
tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup
masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru
yang lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal. Perubahan tersebut terjadi
sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas dan
selalu ingin mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya, perubahan tersebut dimunculkan agar
dapat memunculkan suatu keadaan yang dipandang lebih baik. Namun tidak dapat
dipungkiri, di satu sisi, perubahan tersebut jika dilihat dari satu sisi
cenderung membawa dampak negatif. Sebagai contoh, perubahan nilai-nilai, tata
krama atau etika dalam berbahasa. Keberadaan bahasa itu sebenarnya ditentukan
oleh adanya kondisi sosial budaya, ekonomi, politik dan juga dapat dipengaruhi
oleh adanya globalisasi.
Globalisasi berperan dalam artikulasi dan perubahan
lokalitas bahasa. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi juga
berperan dalam mengubah nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh masyarakat
(yang notabene berpengaruh dalam menentukan baik-buruknya suatu sikap
perbuatan). Seperti masyarakat Jawa yang tinggal di daerah perkotaan, tidak
sedikit dari mereka yang sudah tidak menggunakan bahasa Jawa. Disekolah-sekolah
diwajibkan menggunakan bahasa pengantar dengan bahasa Indonesia, shingga
peserta didik akan terbiasa dengan bahasa itu, namun ketika diajak untuk
berbicara bahasa Jawa mereka tidak mengerti.
Pengajaran bahasa Jawa atau bahasa daerah semestinya
mulai diajarkan atau dibiasakan sejak dini, dimulai dari lingkungan keluarga.
Orang tua adalah faktor utama sebagai pengaruh anak untuk bisa membiasakan anak
dengan bahasa Jawa atau daerah. Sebagai masyarakat Jawa seharusnya kita dapat
melestarikan bahasa sendiri walaupun dalam kehidupan sehari-hari menggunakan
bahasa indonesia, namun alangkah lebih baiknya juga bisa menguasai bahasa jawa
dengan baik dan benar agar tetap terlihat njawani.
sumber:
Chaer
Abdul, Agustina leoni, SOSIOLINGUISTIK Perkenalan Awal, Jakarta: PT Rineka
Cipta 2004.
Nababan,
P.W.J, 1984, Sosiolinguistik: Suatu Pengantar, Jakarta Gramedia.
Comments
Post a Comment