Busana merupakan ekspresi budaya, karena busana
merupakan salah satu pusat peradaban budaya, khususnya budaya Jawa. Busana
adalah salah satu kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat tinggal
(rumah). Manusia membutuhkan busana untuk melindungi dan menutup dirinya. Cara berbusana
menunjukkan tinggi rendahnya martabat dan citra suatu bangsa, mengapa ada
pernyataan demikian? Karena seiring dengan perkembangan jaman, busana juga
digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang
memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis busana bergantung pada adat-istiadat,
kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri khas masing-masing. Jika melihat
tradisi dan adat istiadat daerah yang berbeda satu dengan lainnya, dapat diketahui bahwa busana dan penggunaannya berkembang, yaitu busana yang dipakai
untuk kegiatan sehari-hari dan busana yang dipakai pada peristiwa-peristiwa
tertentu, lengkap dengan pesan-pesan terselubung pada busana tersebut.
Busana merupakan salah satu pusat
peradaban budaya Jawa yang besar, Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga
mempunyai busana khas yang dikenakan didalam lingkungan kehidupan dikeraton.
Busana khas keraton itu memiliki filosofi tersendiri. Dan oleh karena itu
penggunaannya juga disesuaikan menurut strata sosial, kedudukan, dan pangkat
pemakai busana tersebut, serta berdasarkan kebutuhan dan tujuannya. Busana merupakan
sebuah identitas setiap manusia dan sebagai media untuk menjaga kepribadian
baik lahir maupun batin. Maka dari itu busana yang dikenakan dilingkungan
Kasunanan Surakarta Hadiningrat bergantung pada kedudukan atau status warga
keraton. Misalnya, untuk busana raja tentunya berbeda dengan busana warga
keraton yang lain. Dalam tradisi Jawa, busana mencerminkan karakter dan harga
diri seseorang, seperti dalam bahasa Jawa ‘ajining
raga saka busana’.
Dalam lingkungan Kasunanan
Surakarta Hadiningrat, jenis busana dipisahkan menjadi seni busana untuk putra
dan busana untuk putri, selain itu ada juga busana khusus seperti untuk upacara
adat dan sebagainya.
1. Seni Busana putra
Busana untuk
sehari-hari
a. Penutup kepala: berupa dhestar dan kuluk. Bagi kalangan abdi
dalem sampai dengan jabatan bupati dhestar yang digunakan menggunakan puncung
dan mondholan jenis cekok. Untuk pangkat
diatasnya tidak perlu memakai kuncung dan memakai mondholan jenis jebehan. Sedangkan
kuluk hanya dikenakan oleh orang-orang tertentu dalam acara khusus kerajaan.
b. Rasukan krowok: baju khusus dimana terdapat lubang
dibelakangnya yang digunakan sebagai tempat keris. Penempatan kancing bajunya
seprti pada atela namun kancing baju tidak dimasukkan, sedangkan pada lapisan
dalamnya memakai rompi berwarna putih.
c. Sabuk: digunakan untuk mengikat kain yang dikenakan sebagai
pakaian bagian pinggang. Khusus untuk raja terdapat sabuk khusus yang bernama
sabuk cindhe. Khusus untuk pangeran diperbolehkan memakai ikat pinggang dengan
bermotif atau berbordir.
d. Para abdi dalem diperkenankan memakai ikat pinggang tanpa
motif.
e. Untuk kain dengan motif lereng hanya boleh dipakai untuk anak
dan cucu raja.
f. Wangkingan yakni keris.
g. Lambaran suku, selop, atau canela yaitu alas kaki khas Jawa.
Adapun model busana
untuk pria dilingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat:
a.
Busana jenis cothan
dikenakan oleh para pangeran putra raja saat upacara pasowanan sebelum mereka
berusia dewasa.
b.
Ketika penobatan putra raja
sebagai pangeran mengenakan busana khusus jenis sikepan cekak.
2.
Seni Busana putri
Kelengkapan yang
terdapat pada busana putri antara lain, sanggul, kebaya, semekan, setagen,
januran, slepe, dan kain panjang sinjang dhodhotan atau nyamping. Busana tersebut
digunakan sesuai dengan umur, pangkat, dan kebutuhannya. Dalam Kasunanan
Surakarta Hadiningrat terdapat beberapa jenis busana putri, antara lain:
-
sabuk wala, putri sabuk
wala kebaya cekak, dhodhot ageng ngumbar kunca, semekan kancing wingking,
pincung kencong, bedhaya dhodhot klembrehan, kebaya cekak, kebaya panjang, dan
busana pengantin Solo basahan.
-
Jenis busana putri
sabuk wala terdiri atas pakaian berpola dringin dengan slepe, ukel, welah
sawelit, cundhuk jungkat, cundhuk mentul, kalung, anting-anting, gelang, dan
cincin.
- Putri keraton yang
sudah menikah memakai busana ragam dhodhot ageng ngumbar kunco.
- Ragam busana pinjung
kencong dikenakan oleh putri raja yang berusia lebih dari 8 tahun.
-
Busana jenis kebaya
cekak dipakai putri raja untuk menyambut tamu-tamu penting.
- Putri raja yang masih
remaja mengenakan kebaya cekak yang disulam dengan benang keemasan dilengkapi
dengan sanggul ukel ageng yang dihiasi dengan daun pandan, batik berpola parang
kusuma.
- Busana ragam kebaya
panjang menjadi busana khusus para putri raja yang sudah menikah untuk
dikenakan dalam upacara pasowanan besar.
- Busana
yang dikenakan para pembantu wanita memakai busana bedhaya dhodhot klembrehan.
Comments
Post a Comment