Kebaya
adalah sebuah blus berlengan panjang yang dipakai disebelah luar kain atau
sarung yang menutupi sebagian dari badan. Panjang kebaya ini berkisar sekitar
pinggul sebelah atas sampai ke lutut. Kebaya pendek dapat dibuat dari bahan
katun yang berbunga atau polos, sutera, brocade (kain sunduri), lame, bahan-
bahan sintetis, brokat, lurik dan organdi atau katun halus berwarna putih yang
seluruh pinggirannya dihiasi dengan renda. Kebaya panjang tampak sangat menarik
dalam brokat, voile yang berbunga atau nylon yang diberi sulaman.
Kebaya
berasal dari kata Arab abaya yang
berarti pakaian. Ada pendapat yang menyatakan kebaya berasal dari China.
Kemudian menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah
akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, busana itu diterima dibudaya dan
norma setempat. Namun ada pendapat bahwa kebaya asli dari Indonesia. Karena
pakaian asli China adalah Cheongsam yang berbeda dari kebaya. Bentuk paling
awal dari kebaya berasal dari istana Majapahit sebagai sarana untuk memadukan
perempuan Kemban yang ada, tubuh bungkus dari perempuan aristokrat menjadi
lebih sederhana dan dapat diterima oleh yang baru memeluk agama Islam.
Seiring
perkembangan zaman, kebaya mengalami banyak modifikasi sebagai busana
tradisonal yang masih dipertahankan sebagai aset budaya. Meskipun kebaya sudah
tidak lazim lagi menjadi pakaian sehari-hari. Eksistensi kebaya masih bertahan
dan terus berkembang sebagai busana khas Indonesia. Kebaya saat ini juga
dikenal dengan istilah kebaya klasik dan kebaya modern (telah mengalami
penyesuaian dan modifikasi sesuai perkembangan zaman). Meskipun begitu kebaya
tetap harus menjaga nilai filosofis yang terkandung di dalamnya karena kebaya
adalah simbol dari perempuan jawa.
A. Macam-Macam Kebaya
Sekitar
tahun 1500-1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan
keluarga kerajaan Jawa. Kebaya juga menjadi pakaian yang dikenakan keluarga
Kesultanan Cirebon, Kesultanan Mataram dan penerusnya Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Selama masa kendali Belanda dipulau itu, wanita-wanita Eropa mulai
mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari
hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman
warna-warni. Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan
pertama kali oleh orang-orang peranakan dari Melaka. Mereka mengenakannya
dengan sarung dan sepatu cantik bermanik-manik yang disebut "kasut
manek". Variasi kebaya yang lain juga digunakan keturunan Tionghoa
Indonesia di Cirebon, Pekalongan, Semarang, Lasem, Tuban dan Surabaya.
B. Peranan Kebaya Dalam Kehidupan
Masyarakat
Cara
berbusana menunjukkan tinggi rendahnya martabat dan citra suatu bangsa. Seiring
dengan perkembangan zaman, busana juga digunakan sebagai simbol status,
jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan
jenis-jenis busana bergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang
memiliki ciri khas masing-masing. Jika melihat tradisi dan adat istiadat daerah
yang berbeda satu dengan lainnya, dapat pula diketahui bahwa busana dan
penggunaannya berkembang, yaitu busana yang dipakai untuk kegiatan sehari-hari
dan busana yang dipakai pada peristiwa-peristiwa tertentu, lengkap dengan
pesan-pesan terselubung pada busana tersebut.
Kebaya
tidak semata-mata busana yang lazim dikenakan oleh perempuan Jawa. Selain itu,
kebaya juga menyimpan nilai-nilai moral dan nilai filosofis. Secara moral
kebaya merupakan pakaian yang menyimbolkan kepribadian perempuan Jawa yang
patuh, lemah lembut, dan halus. Kain jarik yang membalut tubuh sehingga
membatasi gerak-gerik perempuan Jawa bermakna bahwa perempuan Jawa adalah sosok
yang menjaga kesucian dirinya dalam arti tidak mudah menyerahkan diri kepada
siapapun. Bentuk stagen yang membentuk tubuh bermakna bahwa perempuan Jawa adalah sosok yang mampu menyesuaikan diri. Dari nilai-nilai yang terkandung
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebaya merupakan simbol dari pepatah
jawa “dowo ususe” yang berarti panjang ususnya atau dapat diartikan kesabaran
seorang perempuan Jawa.
Dewasa
ini, kebaya mengalami banyak modifikasi sebagai busana tradisional yang masih
dipertahankan sebagai aset budaya. Meskipun kebaya sudah tidak lazim lagi
menjadi pakaian sehari-hari, namun eksistensi kebaya masih bertahan dan terus
berkembang sebagai busana khas Indonesia. Kebaya saat ini juga dikenal dengan
istilah kebaya klasik dan kebaya modern. Meskipun demikian kebaya tetap harus
menjaga nilai filosofis yang terkandung di dalamnya karena kebaya adalah simbol
dari perempuan Jawa.
Busana
kebaya tidak hanya terpaku pada pakaian kaum perempuan saja. Kaum lelaki jawa
juga memiliki busana sendiri yaitu Jawi Jangkep. Jawi Jangkep merupakan
seperangkat pakaian lelaki jawa yang terdiri dari baju beskap dengan motif
kembang-kembang, destar atau blankon yang digunakan di kepala, kain samping
jarik, stagen untuk mengikat kain samping, dan keris serta alas kaki (cemila).
Pakaian ini adalah pakaian khas Jawa yang berasal dari pakaian kaum bangsawan
dan keluarga keraton Surakarta. Pakaian ini berfungsi sebagai pakaian pada
acara-acara adat dan acara resmi keraton. Sama halnya dengan kebaya, pakaian
ini memiliki simbol-simbol yang mengandung makna-makna filosofis.
Comments
Post a Comment