Surat Cinta Untuk Mu

Malam itu hari Kamis, pukul 23.25 wib. Untuk pertama kalinya aku mendengar suara mu. Kau memperkenalkan diri di depan semua orang yang ada dirumah itu. Aku hanya mendengar suara mu, bahkan melihat wajahmu saja aku belum pernah. Hingga suatu hari aku dapat melihat wajah dan fisik mu. Namun tak sedikitpun aku terkejut ataupun ingin menghindar darimu. Yang aku tau aku hanya kagum akan dirimu. Setiap seminggu sekali kita bertemu, dan semakin hari rasa itu semakin tumbuh. Rasa yang aku tak mengerti.

Setahun kita bertemu tanpa bicara, hanya senyum saling memandang dan lagi, tanpa berbincang. Sampai suatu saat aku harus berurusan dengan mu. “Assalamua’laikum. Mas punya teks MC buat tanggal 5 Maret besok ga?”, pertama kalinya aku mengirim pesan untukmu. Deg degan menunggu balasan dari mu. Sejam, dua jam dan akhirnya kau membalas pesan ku. “Wa’alaikumsalam, teks MC ya?, coba deh ntar saya liatin di komputer di rumah”. “Okkay, makasih mas ..”. Sambil tersenyum-senyum aku membaca chat singkat ku dengannya.

Kemudian semakin seringlah aku chat dengan dia. Kemudian tiba tanggal 5 Maret aku bertugas sebagai MC di sebuah acara. Tanpa sengaja aku dan dia mengenakan baju dengan warna yang senada. Keesokan harinya kau mulai mengajakku dan teman-teman ku menonton di bioskop. Dan aku sangat senang. Beberapa kali aku keluar dengan mu dan teman-temanku. Kemudian aku merasa sangat jenuh dengan kuliah ku, merasa jenuh dengan semuanya, tiba-tiba kau mengajakku keluar berdua, malam itu hujan hanya meninggalkan rintiknya saja. Kau menjemput ku di depan kost-an ku. Dengan motor mu, memulai perbincangan pertamaku dan kau.

Semakin sering kau mengajak ku keluar berdua, dan memberi perhatian lebih kepadaku. Perempuan mana yang tidak luluh hatinya jika diperlakukan seolah-olah lebih dari teman?. Tapi entah kenapa aku tidak pernah mengungkapkan perasaan yang selama ini bergejolak. mungkin kerena dari pertama kita keluar berdua kau bilang bahwa kau lebih suka menjalani hubungan tanpa status, atau karena hanya naluri manusia yang menginginkan kepastian.

Berkali-kali teman-teman ku mengingatkan untuk meminta kepastian akan hubungan kita. Namun tak semudah itu, kawan. Sebagai perempuan tetap memiliki kodrat untuk menunggu laki-laki yang mengungkapkan, mungkin dia masih menimbang-nimbang atau dia sedang mencari yang lain. Tapi tampaknya kau sudah tau tentang perasaan ku, namun sepertinya kau tak berniat untuk membalasnya, atau kau hanya ingin berbuat baik kepadaku? aku tak pernah mengerti hal itu.

“Dek, rasa sayang itu bakal tumbuh sendiri kalo dua orang sama-sama nyaman, sebaliknya kalo sama-sama sayang tapi salah satu ada yang ga nyaman, ya mau ga mau kamu harus ninggalin dia, memang sakit sih, tapi itu hanya diawal kok dek, karena cepat atau lambat rasa itu akan hilang kalo kita udah nemuin orang yang bikin kita nyaman”. Itu yang kau bilang padaku malam itu. Aku senang mendengar cerita-cerita konyol mu, nasihat mu, dan aku senang jika kau bercerita tentang masa depan yang sedang engkau rencanakan.

Hingga disuatu malam aku mendapati kau berboncengan dengan perempuan lain. Namun aku berusaha bersikap biasa saja kepada kau dan perempuan itu, akan tetapi dalam hati telah bertumpuk-tumpuk pertanyaan tentang kau dengan perempuan itu. Cemburu? Perempuan mana yang tidak cemburu melihat lelaki yang dicintainya berboncengan dengan perempuan lain. Namun aku masih sadar diri bahwa aku bukanlah siapa-siapa bagimu, spesial pun mungkin tidak. Yang membuat ku merasa teriris-iris adalah bahwa perempuan yang sedang dekat dengan mu adalah orang yang aku kenal dengan sangat!.

Sebulan setelah itu aku harus menempuh KKN dan PPL di daerah Wonosari selama dua bulan. Tak pernah terbayang tidak bertemu dengan mu selama dua bulan lamanya. Hanya berkomunikasi via whatsapp dan tidak setiap hari. Meskipun aku tak pernah bilang bahwa aku sedang rindu, tapi kau selalu bilang “tenang saja dek, pasti ada cara untuk ketemu”. Namun selama dua bulan pun tak kunjung bertemu, sedih, rindu mulai memenuhi dada menunggu waktu untuk bertemu dengan mu tiba. Disela menunggu waktu itu aku mendapat kabar duka bahwa ibu mu telah tiada, aku yakin kaupun tak mengetahui bahwa aku juga bersedih mendengar itu, berharap bisa ada disamping mu ketika saat-saat seperti ini. Namun sepertinya sudah ada orang lain yang menggantikan posisi ku.

KKN-PPL akhirnya usai. Tak terbendung lagi rasa rindu untu  bertemu. Dan akhirnya kita bertemu. Rasanya ingin ku peluk erat sangat erat. Ingin ku katakan betapa merindunya aku. Tapi sepertinya kau tak merasakan apa yang kurasakan. Aku semakin sadar kau semakin jauh dariku dan semakin dekat dengannya. Namun apa daya, aku bukan apa dan siapa-siapa. 

Hampir sebulan aku terserang insomnia, mungkin bukan insomnia tapi kesalahan pola tidur. Kalau kata orang Jawa ngalong (pagi sampai siang tidur, malemnya melek sampai pagi). Penyebabnya pun aku tak mengerti, seperti ada beban namun aku tak merasa ada beban, sampai akhirnya aku berangkat ke Jawa Timur dan kebetulan kau-pun disana. Entah kenapa hanya melihat mu dari jauh saja hati ku sudah sangat senang, bahkan melihat wajahmu saja tidak, hanya melihat punggungmu dari kejauhan. Mungkin aku sedang diujung rindu karena berbulan-bulan tak bertemu dengan mu. Hingga malam itu kita bisa bertemu, tak banyak bincang, karena tampaknya kau sedang sibuk dengan temanmu. Namun aku tau jelas ketika kau memperhatikanku diseberang sana.

Kemudian setelah berbulan-bulan kau tanpa menghubungiku dan aku mulai terbiasa dengan itu semua. Mungkin karena kau sedang disibukkan dengan dia-mu yang baru. Dan akhirnya aku membiasakan diri tanpa mu, tanpa kabar apapun darimu, tanpa ada perbincangan apapun darimu. Belajar membuat semua tentang mu menjadi biasa saja, mulai dari olokan ibu rumpi yang biasanya menggoda dengan menyebut namamu didepan ku sambil tersenyum-senyum dan aku menangapinya biasa saja. Belajar menjawab semua pertanyaan tentang mu dengan biasa saja bahkan datar. Hingga belajar menahan rasa senang, rasa bahagia jika harus bertemu dengan mu.

Masih ku ingat saat terakhir kau memelukku. Ada rasa aneh disitu, seperti kau mengucapkan selamat tinggal namun tak kau ucapkan. Bodohnya waktu itu aku tak mengerti apa maksud pelukanmu itu. Aku mengira semua akan baik-baik saja, tapi semua ekspetasiku terbalik, bahkan kau semakin menjauh dariku dan semakin dekat dengan dia-mu itu. Yang aku lihat bukan kau yang mendekatinya namun sebaliknya, tapi entahlah karena kita tak boleh berprasangka. Dan aku tak mau terlarut-larut lagi untuk tentang mu. Biarlah kau bahagia dengan hidup mu yang sekarang dan aku menikmati semua yang aku rasakan sekarang.

Beberapa hari yang lalu tiba-tiba sahabatku bertanya “apa sih yang kamu suka dari dia? kok sampe segitunya ..” Aku hanya diam, karna aku sendiri pun tak tau apa yang membuat aku sampai larut seperti ini. Kata orang segala sesuatu pasti memiliki alasan, namun menurutku ada satu hal yang tak membutuhkan alasan, perasaan. Apakah cinta juga membutuhkan alasan? Bagaimana jika kau jatuh cinta tanpa alasan, bagaimana aku harus menjelaskan perasaanku yang aku sendiri tak pernah menemukan alasannya?.

Pernahkah kau merasakan mencintai seseorang yang mencintai orang lain? rasanya seperti sedang memeluk pohon berduri. Pernahkah kau meng-ikhlaskan seseorang untuk orang yang tidak lain adalah orang terdekatmu demi melihat mereka bahagia?. Sepertinya kau senang bermain tarik ulur .. Seperti yang kau lakukan padaku, bahkan berulang kali ..

Terobsesi semua tentang mu, kenapa aku bisa sampe segitunya? Seharusnya tidak begini! Ah, semua serasa sangat rumit. Semua serasa tak ada yang masuk akal. Mungkin inilah akhir dari kisah yang aku tunggu sejak lama, kisah yang aku damba-dambakan tapi tidak dengan akhirnya. Tak jarang aku menceritakan tentang mu kepada dinding kamar ku, dan tak jarang pula berakhir dengan air mata. Betapa bodohnya aku yang berkali-kali merindukan mu sedang kau tak pernah sekalipun. Bodohnya aku jatuh cinta pada orang yang tak pernah merasa dirinya sedang dicintai.

Masih ku ingat engkau pernah bilang sesuatu yang selalu ku ingat “jangan sampe suka sama saya lo ya ..” dan kemudian aku terdiam dan hanya menjawab dalam hati “Bahkan sebelum kau mengingatkan itu ku sudah jatuh cinta”. Mungkin itu yang menjadi penyebab kenapa hingga saat ini aku tak berani jujur padamu.

Tapi dari ini semua aku banyak belajar darimu tak hanya tentang perasaan, melainkan banyak hal yang belum pernah ku tau. Kau terkadang menjelma sebagai kakak, terkadang menjadi teman, dan tak jarang tiba-tiba kau datang disaat aku membutuhkan seseorang untuk sekedar meminjamkan bahu.

Ah, aku tak ingin berlarut-larut menceritakan semua tentang mu. Karena ku tau ini pasti tak akan ada habisnya dan semakin menjadikanku tak ingin meninggalkan perasaan ini. Karena mungkin memang Tuhan telah menggariskan kita hanya begini saja, mungkin Tuhan menginginkan kau melanjutkan hidupmu yang lebih baik dengan orang yang terbaik. Terima kasih telah menjadi salah satu pewarna dan pemanis dalam hidupku. Terima kasih atas segala nasihat-nasihat mu. Terima kasih sudah mau mendengarkan rengek-an ku yang lebih sering terdengar seperti anak kecil. Terima kasih telah menjdi salah satu orang tersabar dengan segala ke-manja-an ku. Terima kasih sudah ada selama kurang lebih setahun. Terima kasih untuk segalanya.  


Comments